Kahar yang memiliki kenangan atas Balibunga seperti Misi, yakni sebagai wilayah yang paling sejuk di Tidore, mengatakan sebelum ada PLTU nyaris tidak ada warga yang mengeluh soal gangguan kesehatan dan lingkungan.
Kondisi udara kala itu masih segar, hingga warga jarang mengalami gangguan pada saluran pernapasannya. Namun, sejak PLTU beroperasi pada 2016 hingga tahun 2020, keluhan warga soal gangguan kesehatan itu bermunculan. Bahkan setiap tahun jumlahnya semakin banyak.
“Saat ini keluhan warga sudah berkurang, namun abu hasil pembakaran batu bara masih terasa, apalagi bagi warga yang menempati Ring 01 area PLTU,” ujarnya.
Toh, menurut Nurdiana, ada banyak penyebab ISPA. Warga Balibunga bisa menderita ISPA karena pola hidup yang tidak sehat atau akibat pekerjaannya.
“Untuk Kelurahan Rum Balibunga, kebanyakan pekerjaan masyarakat di sana nelayan. Mereka perokok. Jadi ISPA diperoleh dari asap rokok. Ada pula akibat asap karena ada juga yang masak pake kayu bakar. Atau ada pula dari PLTU untuk mereka yang bekerja di PLTU,” katanya.
Untuk anak-anak, ujarnya, ISPA didapat karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam mengasuh anak. Menurutnya, para bapak rata-rata menggendong anak sambil mengisap rokok, sehingga akhirnya anak menerima asap rokok dari orang tuanya.
“Anak yang menderita ISPA ini diperoleh dari orang tua itu sendiri,” ucapnya.
Kepala Puskesmas Rum Balibunga, Farida Salim, ketika ditemui pada Rabu (2/2/2022) menyampaikan analisis yang tak jauh berbeda dengan Nurdiana. Dia mengatakan, kasus penderita ISPA di Balibunga bisa akibat banyak sebab, bukan hanya debu dari PLTU saja, namun ada juga pola hidup yang salah.
Ia mencontohkan, seseorang bisa mendapat ISPA dari perokok aktif, atau akibat memasak menggunakan kayu bakar, menghisap debu jalan, hingga asap kendaraan roda dua dan roda empat.