Pelanggaran sesuatu hal dalam hukum (pidana) Islam tidak terlepas dari tujuan pokok hukum Islam, yang merupakan hal esensial bagi terwujudnya ketentraman hidup manusia. Adapun tujuan pokok hukum Islam tersebut adalah memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan.
Kita ketahui bersama, korupsi telah dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa (exstra ordinary), sehingga adanya UU Tindak Pidana Korupsi dengan harapan dapat memberantas para koruptor di negeri ini. Namun para pejabat berdasiyan mejadi pelaku koruptor dilambangkan dengan gambar “tikus yang sedang menggrogoti mangsa” sehingga mangsanya hancur tercabik-cabik.
Negara yang sering digrogoti oleh para koruptor nasibnya akan sama sepaerti perumpamaan tersebut yaitu hancur dan rusak tatanan ekonominya. Lagi- lagi rakyat yang menanggung akibatnya karena hanya rakyatlah yang semakin miskin sedangkan pejabatnya terus bergeliman kaya raya dari hasilkorupsinya..
Semua ini terjadi karena di negeri yang kaya raya ini, dikenal religius dan mayoritas beragama Islam, tetapi tindakan korupsi sudah menjadi budaya, yang dilakukan secara sistemik dan berjamaah (korporasi) sehingga sulit diusut hingga tuntas.
Untuk itu, diperlukan upaya maksimal, dahsyat dan usaha yang luar biasa pula untuk memberantasnya. Tidak cukup hanya dengan membuat UU Anti Tipikor tetapi yang lebih penting adalah menyegarkan kembali Islam ke lubuk hati umatnya untuk diamalkan dalam praktik kehidupannya. Karena disanalah sumber dari etika, moral, akhlaq yang akan mengembalikan umat ke arah perbaikan atau ke jalan yang benar.
Kiranya perlu memahami kembali bagaimana pandangan Islam tentang perbuatan korupsi, kemudian meninggalkan perbuatan tersebut karena bertentangan dengan maqasid al-shari’ah yaitu Hifz al-mal (terpeliharanya harta rakyat dari penyelewengan).
C. Jenis-Jenis Korupsi Dalam Pandangan Islam
Berikut adalah beberapa jenis korupsi berdasarkan fiqih jinayah atau hukum pidana Islam, yaitu Ghulul, Risywah, Ghasab, Khianat, dan Al-Maksu.
1. Ghulul (Penggelapan)
Secara etimologis, kata ghulul dapat diartikan dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain. Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji dan Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya. Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, dan lain-lain.
Kata ghulul terdapat di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 161, Allah SWT berfirman,
وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ ۚ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍۢ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُون