MALUTTIMES – Aparat penegak hukum didesak segera mengusut dugaan pungutan liar (Pungli) pengangkatan honorer kategori 2 (K2) di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Maluku Utara (Malut).
Informasi yang berhasil dihimpun maluttimes.com menyebutkan, Pungli itu terjadi sejak tahun 2015-2016 dimasa pengangkatan ratusan pegawai honorer K2 lingkup Kemenag Malut. Sebagian dari mereka dijanjikan dan diiming-imingi akan diangkat menjadi ASN jika memberi uang pelicin.
Praktek ini kemudian berlanjut pada 2017 hingga 2023 yang saat dikenal dengan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Dari pengakuan sejumlah korban bahwa, jumlah permintaan uang pelicin yang diminta bervariasi yakni, diangka Rp35-75 juta per orang.
Kabarnya, persoalan tersebut telah diusut secara internal Kemenag Malut untuk mengungkap aktor dibalik perbuatan melawan hukum itu, dan akan mengembalikan uang para korban. Namun sampai sekarang tak kunjung direalisasi.
“Pelaku intelektual dalam kasus ini pasti orang yang punya pengaruh di Kemenag Malut sehingga secara internal Kemenag tidak berani bersikap atas aktor tersebut,” kata Praktisi Hukum, Agus Salim R. Tampilang, kepada maluttimes.com. Senin (27/5/2024).
Menurutnya tindakan ini merupakan perbuatan melawan hukum yang tidak dapat dibenarkan alias merupakan perbuatan tindak pidana korupsi.
“Maka aparat penegak hukum Kejati Malut dan Polda Malut segera menelurusuri dugaan korupsi tersebut, karena pungutan yang dilakukan oleh oknum ASN dilingkup Kemenag Malut rupanya sangat terstruktur dan ada arahan dari pihak-pihak tertentu sehingga pungutan tersebut terlihat berjalan rapih,” pinta Agus.
Agus menambahkan, tindakan oknum ASN yang telah melakukan pungutan kepada masyarakat merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinare crime.
Karena suap, gratifikasi, pemerasan dan uang pelicin atau Pungli yang dilakukan oleh oknum ASN adalah bentuk korupsi yang diatur hukumannya dalam undang-undang karena bisa merugikan negara dan masyarakat.
“Dari perbuatan oknum ASN tersebut diduga melanggar Pasal 5 dan Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandasnya.(tim/red)