Alokasi Dana Infrastruktur Maluku Utara: Sebuah Kesalahan Fatal atau Pilihan yang Disengaja?

Penulis: Taufik Titahelluw

(Pegiat Sosial, Advokator Folila Maidi dan Ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Maidi)

Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku Utara di bawah kepemimpinan Gubernur saat ini, yang memprioritaskan pembangunan jalan penghubung antara Halmahera Barat (Halbar) dan Halmahera Utara (Halut) serta jalan pintas baru menuju Halmahera Tengah (Halteng) dan Halmahera Timur (Haltim), adalah sebuah langkah yang tidak hanya membingungkan, tetapi juga mengkhianati logika ekonomi dan keadilan sosial.

Pernyataan Gubernur yang menjustifikasi kebijakan ini dengan dalih bahwa Halbar dan Halut adalah “sentra pertanian” adalah narasi yang cacat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan di hadapan data.

Penelitian dan observasi lapangan kami menunjukkan fakta yang tidak terbantahkan:

• Produksi kopra di daratan Oba (Kota Tidore) mencapai 10.165,1 Ton/Tahun dari lahan seluas 9.241 Hektar.

• Produksi kopra di Halmahera Selatan (Halsel) mencapai 32.715,1 Ton/Tahun dari lahan seluas 29.741 Hektar.

• Sementara itu, produksi kopra di Halmahera Utara (Halut) hanya 54.233,3 Ton/Tahun dari lahan seluas 49.303 Hektar, dan di Halmahera Barat (Halbar) hanya 34.838,1 Ton/Tahun dari lahan seluas 31.671 Hektar.

Analisis kuantitatif lebih lanjut, yang mengkonversi data produksi ini menjadi persentase kontribusi terhadap total produksi kopra di Maluku Utara (131.951,6 Ton/Tahun), memaparkan realitas yang mengancam:

• Halmahera Utara: 41,10%

• Halmahera Barat: 26,40%

• Halmahera Selatan: 24,80%

• Daratan Oba: 7,70%

Dengan total APBD 2025 sebesar Rp3,5 triliun, alokasi untuk infrastruktur jalan dan jembatan hanya sebesar Rp700 miliar. Jika pemerintah benar-benar berpegang pada prinsip keadilan, maka minimal 30% dari anggaran tersebut, atau sekitar Rp210 miliar, seharusnya dialokasikan secara proporsional.

Perhitungan sistematis berdasarkan data persentase produksi kopra menunjukkan alokasi yang seharusnya:

• Daratan Oba: 7,7% dari Rp210 miliar = Rp16.177.681.816,67

• Halmahera Selatan: 24,8% dari Rp210 miliar = Rp52.065.840.808,30

• Halmahera Barat: 26,40% dari Rp210 miliar = Rp55.444.579.679,22

• Halmahera Utara: 41,10% dari Rp210 miliar = Rp86.311.897.695,82

Angka-angka ini adalah bukti nyata dari pengabaian terhadap daerah penghasil komoditas utama. Dana sebesar Rp16,18 miliar untuk daratan Oba bukanlah jumlah yang remeh; itu adalah hak masyarakat Oba Selatan yang dapat mengubah infrastruktur mereka secara fundamental, meningkatkan akses, dan menggerakkan ekonomi lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *