Peringatan ini selayaknya dijadikan shock therapy bagi setiap kader HMI, dengan harapan, HMI mampu melakukan perubahan terhadap dirinya.
Dari sini diharapkan muncul semangat juang kader untuk mengembalikan HMI pada perannya sebagai organisasi perjuangan dan fungsinya sebagai organisasi kader yang dijalankan semestinya. Mengingat kondisi HMI kekinian yang semakin menua dengan tantangan yang tentu semakin berat. Jadi, walaupun berbeda setting waktu dan situasi ketika HMI lahir 5 Februari 1947 dengan saat ini, namun orientasi, peran dan fungsi semestinya tetap dipegang teguh. Untuk menjawab persoalan keumatan dan kebangsaan dengan cara-cara yang tentu relatif berbeda. Sebab Perjuangan HMI kini jelas bukanlah angkat senjata/ bambu runcing atau dihadapkan secara lansung dengan imperialisme penjajah, maupun gerakan komunis secara fisik (dalam Abdulrahman, 2008).
Melihat kondisi nyata HMI saat ini, serta tantangan internal dan eksternal yang dihadapi sangat kompleks, maka sudah barang tentu keberadaan HMI di masa depan sebagaimana diungkapkan sejarawan HMI, Almarhum Prof. DR. H. Agussalim Sitompul (2008) yang sering di sapa kader hmi dengan sebutan BANG AGUS, ada tiga kemungkinan:
Pertama: HMI akan tetap eksis dan bangkit kembali dari kemunduran dan keterpurukan yang melanda selama lebih kurang 25 tahun. Hal ini dapat dicapai apabila HMI mampu melakukan perubahan, dengan agenda-agenda perubahan mendasar yang selama ini pondasi-pondasi penyangga HMI.
Kedua: HMI Status Qou. Keberadaan HMI akan tetap seperti sekarang dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hal ini akan terjadi manakala HMI enggan melakukan perubahan, dan tantangan yang dihadapinya tak kunjung terselesaikan. Bahkan kondisi saat ini akan lebih parah lagi untuk masa-masa mendatang, apabila HMI tetap merasa dirinya sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia sebagai kesombongan historis yang kini menghinggapinya.
Lebih dari pada itu HMI tidak mau mendengar dan memperhatikan kritik yang konstruktif baik dari luar maupun dari intern HMI yang banyak dialamatkan pada HMI. Dimana kritikan dan saran perbaikan itu oleh PB HMI, Badan Koordinasi, Cabang-cabang, Koordinator Komisariat dan Komisariat-komisariat HMI di seluruh Indonesia dianggap angin lalu saja.
Ketiga: HMI akan hilang dari peredaran (untuk tidak dikatakan bubar). Hal ini terlihat dimana hingga kini belum ada tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan yang semestinya sesuai dengan tuntutan kontemporer.
Tentunya sebuah harapan besar akan perubahan telah menanti. Maka keden diharapkan HMI mampu dengan segenap alasan agar segera berbenag untuk kembali bangkit dan berperan sesuai semangat historinya, kembali api semangat 5 Februari, menjawab kebutuhan kader secara internal dan masyarakat secara eksternal. Meminjam ungkapannya Sulastomo (2008) sebagai kader umat dan kader bangsa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.