Oleh: Sahrul Takim
(Mantan Ketua Umum HMI Cabang sanana Periode 2012-2013)
Tulisan Singkat Ini Sekedar pengantar bagi kader HMI Cabang Sanana untuk tetap berbangga sebagai kader HMI, namun tak luput dari ikhtiar dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai manusia pilihan Tuhan yang di takdirkan berhimpun dalam wadah tercinta (HMI Cabang Sanana).
Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi kader. Berarti dibalik pemaknaan memiliki konsentrasi beban perkaderan di setiap derap aktivitas, segala tindakan organisasi akan selalu memiliki kesesuaian dengan plat form perkaderan, untuk terus membentuk kader HMI sesuai tujuan. Di era kontemporer saat ini, revitalisasi model perkaderan harus terus di lakukan untuk menjawab tantangan pengembangan sumber daya organisasi juga sebagai ikhtiar untuk menjawab tantangan sosio cultural yang terus berkembang di republik ini.
Sebagai organisasi mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam dalam usahanya untuk mewujudkan pola perkaderan dalam membentuk profil kader yakni insan muslim, intelektual profesional harus konsekuen.
Oleh karena itu, seluruh aktivitas organisasi mesti menjadi media bagi pengembangan potensi dalam rangka mencapai tujuan HMI. Yakni “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, Yang bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi Allah Subhanallah Wata’ala”. (lihat mission HMI pasal 4 AD HMI).
Menjadi kewajaran sejarah bahwa HMI ingin menampilkan kader-kader terbaik yang memiliki keseimbangan antara iman sebagai dasar berpijak dalam melakukan seluruh aktifitasnya, sementara ilmu pengetahuan atau profesionalitas akademisnya sebagai sarana penerjemahan nilai-nilai ajaran islam ke dalam kehidupan nyata dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (lihat usaha HMI).
Kakanda Akbar Tanjung dan Nurcholish Madjid pernah mengatakan kepada saya dalam tulisan mereka bahwa kiprah HMI dalam perjuangannya terlihat sangat aktif, melebihi organisasi mahasiswa yang lain. Dimana HMI telah 50 tahun lebih menghadirkan dirinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia, sehingga kedua senior itu pun mengungkapkan bahwa tidak berlebihan kalau dikatakan sejarah HMI adalah bagian logis dari sejarah bangsa Indonesia (dalam Ali, 1997; Madjid, 1990).
HMI adalah organisasi besar, organisasi tertua di Indonesia, kaya pengalaman, pencetak para raksasa intelektual, banyak anggota dan alumni dan sebagainya. Namun keadaan itu tidak membuat kader HMI pasif dan hanya membanggakan, justeru sebaliknya, keberhasilan itu harus di kritik untuk ada temu baru format perjuangan organisasi.
Meminjam ungkapan pengamat politik Fachry Ali (1996), pandangan-pandangan semacam ini seharusnya senantiasa dikritisi jikalau tidak menghendakinya menjadi sekedar mitos. Mitos berarti suatu bentuk kepercayaan berlebihan tetapi kosong tanpa isi.