Kedua: Seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Tanpa ada tawar-menawar kepentingan atau berselingkuh dengan kekuasaan ditengah himpitan ekonomi masyarakat.
Ketiga: Seorang kader memiliki bakat dan kualitas sebagai tulang punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih besar atau anggota organisasi.
Jadi, focus seorang kader HMI yang paling utama terletak pada kualitas bukan hanya soal kuantitas. Kader HMI adalah anggota HMI yang telah menjalani proses perkaderan sehingga mempunyai ciri kader, yang memiliki integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan beramal saleh. Sehingga selalu siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam uraian tersebut maka identitas yang disandang selaku kader HMI akan berbanding lurus dengan konsekuensi sebagai kader dalam menjalankan tugas fungsi organisasi. Spesifikasi wujud profil kader HMI dan tugasnya sebagai insan kamil mestinya internalisasi pada pribadi seorang kader yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan sebagaimana tergambar dalam 5 kualitas insan cita HMI.
Lantas setelah mengetahui sosok kader HMI dan tugas akademis-sosiologis selebihnya Kader-kader HMI dituntut untuk menyadari posisinya sebagai masyarakat yang mesti memiliki pendidikan setinggi-tingginya, berwawasan luas, bermoral baik, berpikir rasional, kritis dan objektif sekaligus bertanggung jawab atas terciptanya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Sehingga kader HMI tidak hanya sekedar “tidur” dan bersemedi di kantor-kantornya (sekretariat) akan tetapi HMI hadir bersama kaum mustad’afin membangun peradaban yang kuat.
Jika HMI tidak segera berubah atau keluar dari zona nyaman maka HMI lambat laun akan semakin tersingkir dari dinamika perubahan yang kompleks dimana HMI akan menjadi organisasi yang hanya mampu bertahan di pinggiran (pherifery) di tengah kondisi masyarakat yang terus berkembang maju dan mengalami banyak perubahan.
Dalam arti ber-HMI secara kontekstual bukan secara tekstual. Zaman sekarang, Kader-kader HMI saat ini dituntut untuk tidak hanya menggantungkan eksistensinya pada kebesaran seniornya, berlindung di balik jubah keagungan sejarah HMI yang tidak dibuatnya namun ia terus asyik memparasitkan diri dan menghisap keberkahan darinya. Jika tidak, maka benar inilah potret kader HMI yang kehilangan jiwa kritisismenya, tuli terhadap memory of future (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap resist to change (menolak perubahan).
Dalam konteks ini, almarhum kanda Nurcholish Madjid pernah memberikan peringatan keras menjelang Kongres ke-23 HMI di Balikpapan tahun 2002. Dengan mengatakan bahwa apabila HMI tidak dapat melakukan perubahan, lebih baik membubarkan diri saja karena beliau melihat bahwa relevansi HMI bagi masa kini dan apalagi masa depan sudah jauh berkurang, kalaupun bukannya tidak ada lagi. HMI tidak lagi menjadi elemen penggerak kemajuan melainkan kekuatan status quo dan bahkan sebaliknya menggerakkan pada suatu kemunduran.