Contoh lain, polisi melakukan patroli kemudian mendapatkan kejadian suatu tindak pidana, lalu polisi itu menangkap terduga pelakunya bersama barang buktinya, apakah mereka sudah harus punya surat perintah penangkapan dan surat penyitaan?.
“Pasti belum ada. Makanya terduga dan barang bukti akan dibawah ke kantor polisi untuk dilakukan tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan hukum acaranya. Masa masyarakat laporan polisi sudah bicara praperadilan, belajar hukum dari mana itu,” timpalnya.
“Kalau masyarakat mengamankan dan melaporkan dugaan suatu tindak pidana, bukan surat-surat tugas yang harus ditanyakan kepada masyarakat, tetapi bukti-bukti permulaannya yang mestinya ditanyakan,” sambung Sobeng.
Sobeng menambahkan, untuk menentukan ada atau tidak adanya tindak pidana dalam laporan masyarakat, itulah tugas polisi, bukan pelapor.
“Ini bisa dinilai bahwa rusak sudah penegakan hukum di Indonesia, jika pengetahuan hukumnya seperti itu,” tandasnya.(iki/red)