“Hal itu terbukti dari LAHP Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara. Berdasarkan pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pejabat pemerintahan, menegaskan bahwa pelanggaran atas larangan penyalahgunaan wewenang dikenakan sanksi administratif berat,” timpalnya.
Lanjut dia, Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LAHP) Nomor: B/0303 LM.29-30/0010.2022/VIII/2022 tanggal 29 Agustus 2022, menyatakan bahwa telah terjadi maladministrasi kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum dalam bentuk penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pemda Halmahera Tengah.
Untuk itu Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara memberikan tindakan korektif, dengan memerintahkan Pemda Halmahera Tengah Halteng untuk menghentikan proses pembangunan di atas lahan milik Hj. Sutirah sebelum adanya penyelesaian tahapan pengadaan tanah dengan pemilik.
“Namun sampai gugatan ini kami ajukan, Pemkab Halteng tidak mematuhi perintah korektif dari Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara tersebut,” cetus dia.
Thabrani menyebutkan kliennya selaku pemilik lahan mengalami kerugian materiil dan immateriil karena tidak bisa mengelola dan memanfaatkan lahan miliknya sejak diserobot dan dikuasai oleh Pemda Halmahera Tengah.
“Oleh karena itu, kami tuntut ganti rugi berupa Kerugian materiil sebesar Rp226.189.996 dan kerugian immateriil sebesar Rp2 miliar,” tegasnya.
Ia menambahkan, tuntutan kliennya dalam gugatan sebenarnya sederhana. Yaitu, Pemda Halmahera Tengah menghentikan dan tidak melanjutkan proses pembangunan di atas lahan milik penggugat. Pemda Halmahera Tengah, juga harus melakukan rehabilitasi atas lahan milik penggugat sebagaimana dalam keadaan semula sebelum dilakukan proyek pembangunan jalan masuk dan gapura GOR fogoguru.
“Apa itu rehabilitasi? rehabilitasi merupakan pemulihan hak klien kami selaku pemilik lahan dalam keadaan semula seperti sebelum tindakan pemerintahan dilakukan oleh Pemkab Halteng,” pungkasnya.(red)















