Menakar Arah Gerakan Pemuda di Tengah Musda Halmahera Barat

Oleh: Gusti Ramli

(Ketua Umum SEMAHABAR Kota Ternate)

Di meja kopi Kiram Caffe, setiap tegukan seakan menyimpan percakapan tentang arah perubahan. Di sanalah, diantara aroma robusta dan tawa yang kadang getir, para pemuda Halmahera Barat menumpahkan keresahan tentang masa depan daerahnya. Malam itu, agenda dialog publik dalam rangka mereferensikan Hari Sumpah Pemuda terlaksana.

Dalam suasana itu, gagasan tentang Musda dan masa depan KNPI diracik, diuji, dan diseduh bersama kesadaran akan pentingnya kepemimpinan yang visioner.

Dalam dinamika sosial-politik lokal, Musyawarah Daerah (Musda) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Halmahera Barat kembali menjadi ruang yang menarik untuk diamati. Munculnya berbagai flayer, pamflet, dan baliho para bakal calon ketua menggambarkan antusiasme pemuda terhadap regenerasi organisasi.

Namun, di balik semangat demokrasi tersebut, terselip persoalan serius: KNPI kerap dijadikan ruang politisasi dan alat legitimasi kekuasaan oleh individu atau kelompok tertentu. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar—apakah KNPI masih menjadi wadah pembinaan kepemimpinan pemuda, atau telah bergeser menjadi panggung kontestasi kepentingan?

KNPI dan Semangat Awal Kepemudaan

KNPI lahir sebagai wadah koordinatif yang menghimpun organisasi kepemudaan dengan satu tujuan: memperkuat solidaritas dan memperjuangkan aspirasi generasi muda demi pembangunan bangsa. Dalam konteks teori kepemudaan, Karl Mannheim (1952) menyebut pemuda sebagai fresh contact—yakni kelompok sosial yang memiliki kemampuan untuk memperbarui struktur nilai dan sistem sosial yang stagnan.

Pemuda dengan energi moral dan intelektualnya, diharapkan mampu menjadi agen perubahan (agent of change) dan penjaga idealisme bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *