MALUTTIMES – Ratusan warga Desa Pangeo, Kecamatan Morotai Jaya, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, bersama masyarakat dari desa sekitar menggelar aksi menolak kehadiran dua perusahaan tambang pasir besi yang akan beroperasi di wilayah mereka, Sabtu (18/10/2025).
Aksi yang berlangsung di pesisir Pantai Pangeo itu diikuti oleh warga dari berbagai kalangan, mulai dari orang tua, pemuda, hingga anak-anak. Mereka membawa spanduk dan poster dengan berbagai tulisan penolakan, salah satunya bertuliskan “Jiko Pangeo Bukan Lahan Kosong. Tolak Tambang atau Mati!”
Tokoh masyarakat Pangeo, Hamjan Mustika, mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk peringatan keras kepada pemerintah agar segera mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dua perusahaan yang rencananya akan beroperasi di wilayah mereka.
“Ini tanah adat kami, titipan leluhur yang dijaga dengan adat dan budaya,” tegas Hamjan di tengah aksi.
Menurutnya, warga tidak akan tinggal diam jika aktivitas pertambangan tetap dipaksakan berjalan. Ia menilai kehadiran tambang pasir besi akan merusak lingkungan, pesisir, dan ekosistem laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat.
“Apa pun bentuknya, IUP dua perusahaan itu harus dibatalkan dan tidak boleh menginjakkan kaki di Pulau Morotai,” ujarnya tegas.
Hamjan menambahkan, penolakan ini bukan hanya untuk Desa Pangeo, tetapi juga untuk desa-desa lain di wilayah Morotai Jaya yang akan terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan.
“Ini langkah awal kami untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah daerah, provinsi, dan pusat bahwa masyarakat Morotai menolak tambang pasir besi. Dan apabila pemerintah tidak berdiri bersama masyarakat, maka pemerintah juga akan kami lawan,” tandasnya.
Diketahui, dua perusahaan yang dimaksud yakni PT Karunia Arta Kamilin dengan luas wilayah operasi 1.884,70 hektare, dan PT Ausindo Anugrah Pasifik dengan luas wilayah operasi 6.460 hektare.
Kedua perusahaan tersebut telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) sejak 3 Januari 2019, dengan masa berlaku hingga tahun 2039. Dari informasi yang diterima, salah satu perusahaan tambang pasir besi itu diduga memiliki keterkaitan dengan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoenda.
Warga berharap pemerintah segera turun tangan dan meninjau ulang seluruh perizinan tambang yang berpotensi merusak lingkungan serta mengancam ruang hidup masyarakat adat di Pulau Morotai.(iki/red)