Konteks Dana Bantuan Hukum
Dana bantuan hukum KPU dialokasikan untuk membiayai perkara hukum yang dihadapi lembaga penyelenggara pemilu, termasuk sengketa hasil pemilu maupun gugatan lainnya. Anggaran ini bersumber dari APBN dan seharusnya dikelola secara transparan dan akuntabel.
Namun, hasil pemeriksaan BPK menunjukkan lemahnya pengawasan dan indikasi penyalahgunaan. Dana yang seharusnya digunakan untuk membayar jasa hukum justru tidak ditemukan bukti pelaksanaannya, sehingga dinyatakan fiktif.
Potensi Kerugian Negara
Bila praktik serupa terjadi di seluruh KPU kabupaten/kota dan provinsi di Maluku Utara, potensi kerugian negara bisa mencapai miliaran rupiah. GMNI menilai, tanpa pengungkapan serius dari APH, kasus ini akan mencoreng integritas KPU sebagai lembaga penyelenggara demokrasi.
“Ini bukan soal teknis pengelolaan anggaran semata, tapi menyangkut kredibilitas lembaga yang menjadi pilar demokrasi. Jika tidak ditangani, akan ada krisis kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu,” tambah Idhar.
Desakan GMNI
GMNI meminta Polda dan Kejati Malut segera membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan hukum di seluruh KPU. Langkah ini dinilai penting agar publik mengetahui sejauh mana kebenaran temuan BPK dan siapa pihak yang harus bertanggung jawab.
“Keterbukaan dan akuntabilitas anggaran publik adalah harga mati. KPU harus bersih, agar demokrasi kita tidak cacat oleh praktik korupsi yang dibungkus dengan alasan hukum,” pungkas Idhar.(tim/red)