PT. Gane Tambang Santosa Diduga Tak Kantongi Izin Lengkap, Bagian dari Harita Nickel Group

MALUTTIMES – Salah satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Halmahera Selatan, Maluku Utara, yakni PT. Gane Tambang Santosa, diduga tidak memiliki sejumlah dokumen izin pertambangan sebagaimana tercatat dalam sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Koordinator Riset dan Edukasi Lembaga Kajian dan Advokasi Pertambangan Indonesia (eLKAPI) Maluku Utara, Juslan J. Latif, menjelaskan bahwa PT. Gane Tambang Santosa dengan nomor izin 502/3/DPMPTSP/IUP-OP.LB/XII/2020 dan masa berlaku hingga 4 Desember 2040 berstatus Non CNC. Status ini menandakan perusahaan tidak memiliki clearance wilayah, clearance finansial, clearance hukum, maupun clearance perizinan.

“Dalam sistem MODI ESDM, bukan saja Non CNC, tetapi perusahaan ini juga diketahui tidak melalui lelang, tanpa jaminan reklamasi, dan tanpa jaminan pascatambang. Dengan demikian, hasil produksi serta penjualan selama ini bisa disebut ilegal sehingga berpotensi merugikan negara,” ujar Juslan kepada redaksi maluttimes.com, Rabu (17/09/2025).

Ia menambahkan, temuan tersebut juga termuat dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Minerba Kementerian ESDM. Merujuk pada ketentuan Pasal 51 dan Pasal 60 UU Nomor 3 Tahun 2020 jo. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemberian WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) mineral logam maupun batubara wajib dilakukan melalui mekanisme lelang yang berlaku sejak 2010.

Lebih jauh, Juslan mengungkapkan PT. Gane Tambang Santosa yang mengantongi izin operasi produksi nikel di wilayah Site Fluk, Pulau Obi dengan konsesi seluas 2.314 hektare, telah diakuisisi Harita Nickel pada Desember 2023. Saat itu, Harita Nickel menguasai 99 persen saham perusahaan, sehingga kini PT. Gane Tambang Santosa masuk dalam kelompok usaha Harita Nickel Group.

“Sekalipun sudah diakuisisi, dokumen sebelumnya yang berstatus Non CNC harus tetap diuji dan dipertanggungjawabkan. Kajian kami menunjukkan, hampir semua perusahaan tambang di Maluku Utara tidak mengikuti prosedur perizinan sejak awal. Banyak tahapan yang dilewati, dan itu sangat merugikan daerah. Maluku Utara punya banyak tambang, tetapi kontribusi sektor pajaknya justru bermasalah,” katanya.

Oleh sebab itu, eLKAPI mendesak pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keabsahan seluruh dokumen IUP yang bermasalah di Maluku Utara.

“Jangan hanya fokus pada penertiban kawasan hutan, tetapi juga soal sabotase lahan tanpa izin hingga penyerobotan tanah masyarakat dan petani. Semua itu harus menjadi perhatian serius,” tegas Juslan.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *