MALUTTIMES – Masalah dugaan adanya tindak pidana korupsi anggaran pembebasan lahan oleh Pemda Kabupaten Halmahera Barata tahun 2021 lalu Senilai Rp543.061.952. yang saat ini dilakukan penyidikan oleh tim penyidik Kejari Halamahea Barat mendapat tanggapan dari Akademisi Fakultas Hukum Unkhair Ternate, Aslan Hasan S.H, M.H.
Aslan Hasan kepada MalutTimes, Jumat (17/02), menjelaskan setelah mempelajari proses pembebasan lahan oleh Pemda Halbar dengan tidak mengabaikan proses hukum yang saat ini sedang berjalan di Kejaksaan. Dimana menurutnya dugaan Mark up bisa terjadi jika Pemda membayar harga tanah tersebut melebihi harga yang telah ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
“Dalam soal ini penentuan standar harga ideal tanah menjadi domain pihak ke 3 yakni Apprasial, oleh karena itu sepanjang Nilai jual yang dibayarkan oleh Pemda Halbar sesuai dengan harga Apprasial yg dihitung dan ditetapkan oleh pihak ke 3 maka tidak bisa dinyatakan ada mark-up,”jelas Aslan
Aslan juga menegaskan jika terdapat kemahalan harga yang ditetapkan oleh Tim Apprasial dengan harga tanah semestinya atau standar harga di wilayah tersebut, maka yang dirugikan adalah Pemda sehingga Pemda tidak dapat disalahkan dalam hal ini.
“Jika terjadi kemahalan dari standar penghitungan pihak oleh pihak ke-3, maka tentunya Pemda justeru menjadi pihak yang dirugikan,”tegasnya
Selain itu Aslan juga menanggapi terkait dengan domain pemilik tanah. Menurutnya pemilik tanah juga tidak bisa dipermasalahkan atas pembayaran tanah, karena sebagai pemilik tanah hanya menerima pembayaran atas nilai tanah yang ditetapkan oleh Tim Apprasial.
“Pemilik tanah tidak bisa dipersoalkan terhadap nilai ganti rugi yang diterima, karena yang bersangkutan hanya menerima pembayaran dari nilai atau harga yang telah ditetapkan oleh pihak ke-3,”cetusnya
Sementara terkait kepemilikan tanah, tambah Aslan, sepanjang tanah tersebut bukan merupakan tanah sengketa tidak menjadi persoalan. Pemda juga tidak akan mungkin membeli tanah yang berstatus yang masih sengketa.
“Soal Status tanah, ya sepanjang tidak ada sengketa keperdataan penegak hukum tidak boleh menyoalkan apalagi menilai keabsahan kepemilikan tanah karena itu lebih kepada soal hubungan hukum keperdataan bukan ranah pidana,”tutur Aslan.
Disisi lain Rifky Anwar selaku ahli waris dari alm. Anwar Amtari saat dikonfirmasi Rabu (15/02/2021), menjelaskan bahwa lahan milik orang tuanya tersebut memang sudah dijual ke Rsiwan Hi. Khadam sejak tahun 2013 lalu. Menurutnya terkait dengan proses jual beli tanah dirinya tidak terlalu tahu lebih jelas.
“jadi pertanyaan ini juga pernah jaksa sama orang BPKP tanya ke saya dan saudara saya, Untuk lahan itu memang sudah dijual bapak saya sama ibu saya ke Pak Riswan dan itu saya masih SMA kelas 1 jadi saya tidak tahu jelas. Tapi, memang waktu itu ada uang yang di kasih ke bapak saya dan itu ada kwitansi jual beli yang ditanda tangani oleh Bapak dan ibu Saya,”kata Rifky
Rifky juga bilang, waktu itu memang belum sempat balik nama atas kepemilikan lahan tersebut, karena tidak lama setelah pembelian lahan itu orang tuanya meninggal dunia, dirinya menjelaskan, saat itu pembayaran lahan dua kali, untuk pertama, dirinya mengetahui kalau ada pembayaran, namun untuk pembayaran yang kedua dirinya sudah tidak tahu lagi karena orang tuanya yang berurusan degan Riswan.
“yang saya tau waktu itu bapak meninggal tidak lama setelah beliau jual tanah ke Pak Riswan, mungkin belum sempat balik nama di sertifikat bapak sudah meninggal. Tapi memang tanah itu sudah miliknya pak Riswan. Kemarin saya bersama saudara saya juga sudah buat keterangan jual beli di Notaris pak H. Sugeng Santoso, S.H,M.M, M.Kn,”tutupnya.(red)